Sunday, August 9, 2009

BAB II. TEORI DASAR II

2.4 Teori Dasar Perhitungan Komponen-komponen Utama Pada Brake Dinamometer

Komponen-komponen utama pada brake dinamometer ini adalah komponen-komponen yang mempunyai peranan penting dalam perancangan, di antaranya poros brake dinamometer, poros penghubung brake dinamometer dengan mesin uji, bantalan dan cakram.

Dalam sub bab ini hanya akan dibahas teori dasar mengenai komponen-komponen utama di atas. Teori dasar ini untuk pemilihan komponen yang sesuai dengan keperluan dalam perancangan dan pembuatan brake dinamometer yang dilihat dari segi mekanika teknik

2.4.1 Poros Brake Dinamometer

Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap mesin. Fungsi poros pada brake dinamometer ini adalah untuk meneruskan daya bersama-sama dengan putaran ke cakram.

Dalam perancangan poros brake dinamometer ini direncanakan poros akan menerima beban gabungan, yaitu beban puntir dan beban lentur akibat berat poros dan cakram. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan poros brake dinamometer ini adalah sebagai berikut :

  1. Kekuatan Poros

    Kekuatan poros adalah kemampuan poros tersebut dalam menerima beban gabungan yaitu beban lentur dan puntir.

  2. Kekakuan poros

    Suatu poros akan kaku apabila poros tersebut mempunyai defleksi yang relatif kecil.

  3. Putaran kritis

    Poros brake dinamometer akan baik bila harga putaran kritis yang dimiliki poros tersebut berada di atas putaran kerja maksimumnya.

  1. Korosi

    Adalah ketahan poros terhadap proses kimiawi yang disebabkan oleh lingkungan.

  2. Bahan poros

    Bahan poros brake dinamometer harus benar-benar diperhatikan dengan melihat kendala-kendala yang akan diterima poros tersebut seperti point-point yang telah dijelaskan diatas.

    Jika P adalah daya nominal poros out-put dari suatu mesin uji, maka berbagai macam faktor keamanan biasanya diambil dalam suatu perencanaan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan selama pemakaian. Jika faktor koreksi adalah fc maka daya rencana Pd (kW) sebagai patokan adalah :

    Besarnya faktor koreksi fc ditunjukan pada tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Faktor Koreksi Daya

    Daya yang akan ditransmisikan

    fc

    Daya rata-rata yang diperlukan

    1,2 -2,0

    Daya maksimum yang diperlukan

    0.8 - 1,2

    Daya normal

    1,0 - 1,5

    Jika momen puntir (disebut juga momen rencana) adalah T (kg.mm) maka:

    Tegangan geser (kg/mm2) yang terjadi pada poros adalah :

    dimana ds (mm) diameter poros.

    Poros brake dinamometer akan mendapat beban gabungan, yaitu puntir dan lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser sebesar
    akibat momen puntir T dan tegangan lentur sebesar 
    karena momen lentur.

    Untuk poros pejal berpenampang bulat,

    sehingga tegangan geser maksimum pada poros :

  1. Dimana secara umum untuk Km dan Kt :

    Km = Faktor koreksi untuk momen lentur yang dihitung, besarnya :

    Pembebanan tetap = 1.5

    Tumbukan ringan = 1.5 dan 2.0

    Tumbukan berat = 2 dan 3

    Kt = Faktor koreksi puntiran yang besarnya menurut ASME :

    Beban dikenakan secara halus = 1.0

    Beban dikenakan dengan tumbukan ringan = 1.0-1.5

    Beban dikenakan dengan tumbukan besar = 1.5-3.0.

    M = Momen lentur poros (kg m)


    Karena maxharus lebih besar dari(a), maka diameter poros minimum yang diijinkan :

    Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir harus dibatasi juga. Karena poros brake dinamometer akan meneruskan daya dan putaran dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi antara 0.25-0.3 derajat. Defleksi puntiran pada poros :

    Dimana :

    G = 8.3X103 (kg/mm2).

    = Defleksi putiran ).

    l = Panjang poros (mm).


    Kekakuan poros brake dinamometer terhadap lenturan perlu diperiksa pula. Poros ditumpu oleh bantalan yang mapan sendiri, maka lenturan poros y (mm) dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

    dimana :

    F : Resultan beban, termasuk berat poros [kg]

    l1 dan l2 : Jarak dari bantalan yang bersangkutan ke titik pembebanan [mm]

    Lenturan yang terjadi dibatasi sampai 0.3-0.35 mm atau kurang untuk setiap 1 [m] jarak bantalan.

    Pengujian brake dinamometer terkadang akan beroperasi pada putaran tinggi, putaran yang tinggi ini mesin uji akan bergerak sejajar sumbu poros. Untuk mengatasi gerakan ini tidak diteruskan ke brake dinamometer maka pada poros brake dinamometer perlu dilengkapi spline shaft.

    Gambar 2.8 terlihat dengan adanya spline shaft dimungkinkan salah satu poros akan bergerak dengan bebas sejajar dengan sumbu kedua poros.

    Dalam perhitungan spline shaft dianggap sebagai pasak dengan jumlah pasak yang banyak. Sehingga perhitungan sama dengan perhitungan pada pasak.

    Gbr 2.8 Kontruksi spline shaft

    Gaya tagensial F yang bekerja pada pasak akibat torsi poros diperlihatkan pada Gambar 2.9.

    Gbr. 2.9 Kontruksi pasak

    Gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros adalah :

    Tegangan geser yang bekerja pada penampang mendatar pasak

    Maka tegangan geser yang terjadi pada spline shaft

    Dimana :

    b dan l : Lebar dan panjang pasak (mm)

    a : Jumlah pasak

    Dari tegangan geser yang diijinkan untuk bahan pasak pi (kg/mm2) dalam hal ini bahan poros itu sendiri, tidak boleh lebih besar dari tegangan geser yang terjadi p, atau pi>gt; p.


    2.4.2 Poros Penghubung Brake dinamometer

    Getaran pada mesin uji tidak boleh diteruskan ke brake dinamometer, bila hal ini terjadi maka instrumen timbangan pada brake dinamometer akan sulit untuk dibaca dan akan mempercepat umur dari komponen-komponen brake dinamometer. Selain itu diperlukan juga suatu penghubung yang memperbolehkan ketidak segaris-an antara sumbu poros mesin uji dengan sumbu poros brake dinamometer dan untuk memudahkannya proses perakitan brake dinamometer dengan mesin uji.

    Untuk mengatasi hal ini diperlukan poros penghubung yang dilengkapi dengan kopling universal joint. Kopling universal joint pada poros penghubung bisa meredam getaran mesin uji dan mengijinkan ketidak segaris-an antara kedua sumbu poros yang dihubungkan.

    kontruksi dari poros penghubung ini seperti terlihat pada Gambar 2.10.

    Gambar 2.10 Poros Penghubung


    Pemilihan poros penghubung ini dilakukan dengan menentukan torsi maksimum kendaraan asal poros tersebut.

    Besar torsi maksimum poros penghubung tidak boleh lebih kecil dari batasan pengukuran brake dinamometer dalam perancangan ini.


    2.4.3 Gaya Gesek Pada Cakram

    Jika sebuah balok bermasa m kita tembakan dengan kecepatan awal Vo sepanjang meja horizontal yang panjang, balok akhirnya akan berhenti. Hal ini berarti bahwa dalam arah geraknya balok mengalami perlambatan dan akhirnya balok akan berhenti. Perlambatan ini diakibatkan karena ada gaya yang melawan arah gerak balok tersebut yang bekerja pada permukaan benda yang saling bersentuhan, gaya ini disebut gaya gesek.

    Gaya gesek terjadi karena ketidak halusan permukaan yang saling bersentuhan dan bergerak relatip terhadap permukaan yang lainnya. Gaya gesek mempunyai arah yang berlawanan terhadap arah gerak, seperti terlihat pada diagram benda bebas sebuah balok yang berada di atas lantai yang diberi gaya sebesar F yang ditunjukan pada Gambar 2.11.

    Gambar 2.11 Gaya Gesek Pada Balok


    Bila balok akan bergerak dengan percepatan a, sedangkan bila akan diam bila dalam keadaan diam dan bergerak dengan kecepatan konstan bila balok tersebut dalam keadaan bergerak. Gaya gesek yang terjadi bila balok bergerak :

    Dimana :

    : Koefisien gesek

    N : Gaya normal yang bekerja tegak lurus pada

    permukaan gesek (kg)


    Gaya gesek pada cakram terjadi karena kedua permukaan kanvas yang diam menekan permukaan cakram yang sedang berputar. Gaya gesek pada cakram arahnya berlawanan dengan arah putaran cakram, seperti terlihat pada Gambar 2.12.

    Gambar 2.12 Gaya Gesek Pada Cakram


  2. Bila tekanan dianggap terdistribusi merata pada luas permukaan kanvas, maka tekanan (Pc) pada cakram oleh kanvas rem adalah:

    dimana :

    N = Gaya normal yang menekan kanvas (kg), A = Luas permukaan gesek (m2)


    Torsi pada cakram akibat gaya gesek :

    dimana :

    r1 dan r2 : Jari-jari luar dan dalam permukaan gesek (m)

    Pc : Tekanan pada cakram (kg m2)

      Sudut Permukaan gesek kanvas (o)


    2.4.4 Bantalan

    Bantalan pada perancangan brake dinamometer ini terdiri dari dua jenis yaitu bantalan untuk menumpu bagian yang berputar (rotor) dan bantalan untuk menumpu bagian yang tidak berputar (stator). Pada bagian rotor diperlukan bantalan yang sanggup menumpu poros berbeban dan berputar dengan putaran yang cukup tinggi sedangkan pada stator tidak diperlukan bantalan yang beroperasi pada putaran yang tinggi. Beban yang akan diterima kedua jenis bantalan tersebut hanya beban radial.

    Misalkan sebuah bantalan radial membawa beban radial Fr (kg) dan beban aksial Fa (kg). Maka beban ekivalen dinamis P (kg) adalah,

    Faktor V sama dengan 1 untuk pembebanan pada cincin yang berputar, dan 1.2 untuk pembebanan pada cincin luar yang berputar.

    Sedangkan untuk beban radial ekivalen statis Po (kg) untuk suatu bantalan yang membawa beban radial Fr (kg) dan beban aksial Fa (kg), dapat ditentukan dengan persamaan berikut.

    Sedangkan harga dari X,Y, Xo, Yo terdapat pada lampiran tabel.

    Jika C (kg) menyatakan beban nominal dinamis spesifik dan P (kg) beban ekivalen dinamis, maka umur nominal Lh bantalan adalah,


    Untuk bantalan bola,


Sedangkan untuk bantalan rol,

  1. dimana fh adalah faktor umur bantalan yaitu,


    dimana Fn adalah faktor kecepatan yang besarnya dapat ditentukan oleh persamaan berikut,

    Untuk bantalan bola,

  1. Sedangkan untuk bantalan rol,


    2.5 Dasar Teori Pengukuran

    Pengukuran adalah hal yang dilakukan untuk mengetahui suatu besaran fisika seperti panjang, berat atau massa, kecepatan, suhu dan lain sebagainya.

    Pada umumnya sistem pengukuran terdiri atas tiga bagian :

    1. Tahap detektor-transduser, yang mendeteksi besaran fisika dan melakukan transformasi secara mekanik atau listrik untuk mengubah sinyal (isyarat) menjadi bentuk yang lebih berguna. Secara umum, transduser itu ialah peranti yang dapat mentransformasi suatu efek fisika menjadi efek fisika lain. Akan tetapi dalam banyak hal, variabel fisika itu ditransformasikan menjadi sinyal listrik karena dalam bentuk inilah sinyal itu mudah diukur.
    2. Suatu tahap antara, yang mengubah sinyal langsung dengan penguatan, penyaringan atau cara-cara lain, agar didapat keluaran yang dikehendaki.
    3. Tahap akhir atau penutup, yang fungsinya menunjukkan, merekam dan mengendalikan variabel yang diukur atau disebut juga tahap penyajian.

    Diagram alir sistem pengukuran seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13.

    Gambar 2.13 Diagram alir sistem pengukuran.


    2.5.1 Istilah-istilah dalam pengukuran

    Dalam suatu alat ukur dikenal istilah-istilah, yaitu :

    1. Kemampuan bacaan instrumen.

      Kemampuan bacaan adalah berapa teliti suatu intrumen dapat dibaca. Intrumen yang mempunyai skala 20 cm mempunyai kemampuan bacaan lebih tinggi dibanding instrumen yang mempunyai skala 10 cm untuk range (jangkau) yang sama.


    1. Cacah Terkecil (least count)

      Cacah terkecil adalah beda terkecil antara dua penunjukan yang dapat dideteksi (dibaca) pada skala intrumen.

      Kemampuan bacaan dan cacah terkecil bergantung pada panjang skala, jarak pembagian,ukuran jarum penunjuk atau pena bila digunakan rekorder atau perekam dan efek paradoks.

    2. Kepekaan (sensitivity) instrumen

      Kepekaan instrumen adalah perbandingan antara gerakan linier jarum penunjuk pada intrumen itu dengan perubahan variabel yang diukur yang menyebabkan gerakan itu.

    3. Histeresis

      Suatu instrumen dikatakan menunjukkan histeresis apabila terdapat perbedaan bacaaan bila nilai besaran yabg diukur didekati dari atas atau dari bawah. Histeresis mungkin disebabkan oleh gesekan mekanik efek magnetik, deformasi atau efek termal

    4. Ketelitian (accuracy) instrumen

      Ketelitian instrumen adalah penunjukkan deviasi atau penyimpangan terhadap masukan yang diketahui yang biasa dinyatakan dalam presentase bacaan skala penuh.

    5. Ketepatan instrumen

      Ketepatan instrumen adalah kemampuan instrumen itu menghasilkan kembali bacaan tertentu dengan ketelitian yang diketahui.


    2.5.2 Kalibrasi

    Kalibrasi atau peneraan (calibration) instrumen, yaitu membandingkan suatu instrumen alat ukur dengan instrumen alat ukur lain yang ketelitian dan keakuratan hasil pengukuran telah diketahui. Tujuan kalibrasi ini untuk mengurangi kesalahan dalam ketelitian.

    Prosedur kalibrasi melibatkan perbandingan instrumen itu dengan :

    1. Standar primer
    2. Standar sekunder yang mempunyai ketelitian lebih tinggi dari instrumen yang dikalibrasi
      Dengan sumber masukan yang diketahui

    2.5.3 Standar
Standar adalah suatu upaya yang dilakukan untuk bisa saling membandingkan suatu hasil eksperimen di berbagai tempat atas suatu dasar yang konsisten. Upaya ini dilakukan dengan menetapkan suatu standar baku untuk panjang, bobot, waktu, suhu dan kuantitas listrik.


2.5.3 Jenis Pengukuran
  1. Jenis pengukuran dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengukuran statik dan dinamik. Pengukuran statik dimana pengukuran tidak tergantung dari perubahan waktu seperti contoh pengukuran defleksi balok yang mengalami pembebanan tetap tidak berubah-rubah. Tetapi bila balok tersebut mengalami vibrasi atau getaran defleksinya akan berubah-ubah maka pengukuran ini disebut pengukuran dinamik.

    Pengukuran dinamik akan lebih sukar dilakukan dibanding dengan pengukuran statik, karena hasil pengukuran yang berubah-ubah terhadap waktu. Seperti contoh lain pengukuran suatu fluida yang mengalir dalam keadaan stedi (keadaan tunak) akan lebih mudah diukur dibandingkan dengan aliran yang berubah-ubah terhadap waktu.